SIAPA bilang Anda dijamin telah bebas polusi setelah berada di dalam rumah yang nyaman?
Beginilah nasib menjadi orang modern, terlebih di kota-kota besar. Di luar rumah terpapar polusi, di dalam ruangan seperti rumah pun tak bebas dari polusi. Keduanya pun sama-sama berbahaya. Ruangan yang terasa sejuk-karena berpendingin udara-sebenarnya bisa juga terpolusi dan menjadi sumber penyakit.
Bahkan, studi United State Environmental Protection Agency (US EPA) tentang peluang manusia terpapar polusi malah mengindikasikan bahwa derajat polusi dalam ruang bisa dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi luar ruang. Lembaga EPA tersebut juga menempatkan polusi udara dalam ruang sebagai satu dari lima besar polusi yang berisiko mengancam kesehatan masyarakat modern.
Selama beberapa dekade terakhir, peluang manusia terpapar polusi udara dalam ruang diyakini meningkat karena bermacam faktor. Misalnya, konstruksi bangunan yang tertutup rapat, penggunaan material sintetis untuk perabot dan bangunan, penggunaan formula kimia untuk berbagai produk perawatan, pestisida dan insektisida, hingga beragam pembersih barang-barang rumah tangga.
“Suatu penelitian pada tahun 1990-an di Indonesia pernah menyebutkan bahwa pencemaran udara yang berasal dari dalam gedung (ruang) berkontribusi sebanyak 17 persen, luar gedung 11 persen, gangguan ventilasi 52 persen, dan sisanya bahan bangunan, mikroorganisme, dan yang belum diketahui penyebabnya,” papar spesialis okupasi, dr Hendrawati Utomo, MS, SpOk, yang juga ahli masalah polusi udara dalam ruang.
Polusi dalam ruang bisa terjadi pada bangunan apa saja, mulai dari rumah, sekolah, kantor, hotel, juga mal.
Beberapa golongan polusi dalam ruang, yaitu fisiologi, kimia, juga mikroorganisme. Penyebab yang digolongkan sebagai polusi fisiologi, misalnya, gangguan ventilasi atau ventilasi yang selalu tertutup, debu, pendingin udara (AC) yang tidak terawat, karpet yang tak terawat, hingga paparan gelombang elektromagnetik dari komputer atau barang-barang elektronik.
Di kantor, di rumah, hingga di dalam lift kerap kali kita mencium bau pewangi. Tak jarang pula baunya begitu menusuk hidung hingga membuat kepala menjadi pening. Tak terkecuali pula pembersih dan pewangi telepon. Tampaknya, ada saja produk yang dibuat untuk mewangikan segala sesuatu. Tak hanya pewangi ruangan dan telepon, ada juga pewangi kamar mandi, pewangi lemari, pewangi mobil, pewangi pakaian. Pewangi-pewangi macam itu ternyata juga penyumbang polusi dalam ruang yang bersifat kimiawi.
“Penggunaan pewangi ruangan salah satu penyebab polusi dalam ruang karena dia memaparkan bermacam bahan yang serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Selain itu, juga penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon (O3), penggunaan berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari ruangan,” tutur Hendrawati.
Tanaman yang jarang dikeluarkan dari ruangan juga tidak baik karena pada malam hari tanaman mengeluarkan karbondioksida dan mengonsumsi oksigen. Terlebih jika tanaman hias tersebut berada di dalam ruangan kantor yang jarang dibuka ventilasi udara segarnya.
“Selain polusi karena faktor kimiawi dan fisiologis, juga karena faktor mikroorganisme,” tambah Hendrawati. Polusi mikroorganisme yang dimaksud adalah penyebaran bakteri, virus, dan jamur di dalam ruang. Salah satu yang berkontribusi dalam penyebarannya adalah pendingin udara (air conditioner/AC).
PENDINGIN udara diklasifikasikan menjadi pendingin udara lokal dan sentral. Pendingin udara lokal, yaitu pendingin udara seperti yang umum digunakan di rumah- rumah. Adapun pendingin udara sentral adalah pendingin udara yang dikendalikan dari satu tempat tersendiri oleh operator khusus. Biasanya hotel- hotel, pusat perbelanjaan, dan gedung perkantoran menggunakan sistem AC sentral.
Kedua macam pendingin udara tersebut berpeluang besar dalam menyebarkan berbagai virus dan bakteri. Jika operator AC sentral lengah sedikit saja merawat cooling tower AC, kemungkinan virus dan bakteri menyebar luas di seluruh ruangan gedung sangat besar.
Kasus yang cukup fenomenal mengenai penyebaran bakteri melalui AC sentral terjadi di Philadelphia, Amerika Serikat, tahun 1976 saat 34 orang meninggal secara misterius.
Belakangan diketahui penyebabnya adalah terinfeksi bakteri legionella dalam suatu hotel karena sistem cooling tower AC sentral yang kurang baik.
Sejak itu perhatian dunia terhadap bakteri legionella sangat besar, terlebih kasus-kasus serupa di Philadelphia kemudian bermunculan di berbagai negara. Kontributor penyebaran bakteri ini nyaris selalu cooling tower AC.
Penyakit infeksi pernapasan akut yang disebabkan bakteri itu kemudian populer disebut sebagai legionella disease (penyakit legionella). Oleh karena itu, AC sentral sangat membutuhkan perawatan secara cermat. Bakteri legionella sangat umum di lingkungan dan terdapat di mana-mana. Namun, ketika menyebar dalam ruang tertutup melalui AC sentral, efeknya bisa sangat fatal, terlebih bagi orang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun.
“Oleh karena itu, saya lebih senang menyekolahkan anak saya di sekolah yang tak ber-AC. Karena di sekolah-sekolah yang masih memakai AC lokal, perawatannya kadang justru terabaikan. Sebab, enggak ada operator khusus AC kan?” ujar Hendrawati.
Keluhan-keluhan yang disinyalir karena paparan polusi dalam ruang sering kali disebut sebagai sick building syndrome. Keluhan umumnya tidak spesifik, seperti, pegal, linu, pusing, migren, kelelahan, kaku otot, dan sebagainya.
“Polusi dalam ruang yang disebabkan berbagai faktor tadi dalam jangka pendek memang hanya menimbulkan keluhan- keluhan semacam itu. Namun, dalam jangka panjang diyakini menjadi penyebab berbagai penyakit yang lebih serius termasuk kanker,” tutur Hendrawati, sambil menambahkan, kanker umumnya muncul 15-20 tahun sejak terpapar penyebabnya.
“Kalau toh kita tidak sampai terkena kanker, namun sel telur atau sperma kita berpeluang membawa bibit kanker. Karena paparan polusi-polusi itu berpotensi mengubah struktur genetik sel telur dan sperma. Bahkan bisa mengubah perilaku manusia di masa depan,” tambah Hendrawati.
Lalu, bagaimana mengantisipasi paparan berbagai polusi dalam ruang tersebut?
Hendrawati memberi saran untuk menghindari penyebabnya. Saran-saran tersebut, misalnya, menghindari berbagai produk desinfektan yang tak perlu di rumah, menghindari berbagai produk pewangi kimiawi meskipun mengklaim beraroma alami, membersihkan AC dan karpet sesering mungkin, termasuk karpet mobil, serta tidak menggunakan berbagai wujud obat nyamuk.
“Yang paling aman ya pakai raket pembunuh nyamuk, yang bertenaga baterai itu. Ngepel lantai juga enggak usah pakai karbol atau pewangi segala. Rumah kita kan bukan sarang kuman. Beda kalau di rumah sakit…,” ujar Hendrawati. (SF)
sumber: Kompas
- - Take Better Public Transportation - -
14 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar